Selasa, 31 Oktober 2017

Polemik Politik Indonesia Saat Ini

Polemik Politik Indonesia Saat Ini

Polemik sendiri berarti suatu jenis perdebatan atau diskusi sengit yang terjadi dan diadakan di tempat umum atau media massa berbentuk tulisan. Biasanya polemik terjadi di dalam suatu pandangan agama atau politik yang digunakan untuk menyangkal ataupun mendukung. Hal tersebut terjadi di politik Indonesia saat ini.
Berbicara tentang politik, kondisi politik Indonesia saat ini yang terjadi justru perebutan kekuasaan. Pejabat yang berkuasa seakan menjadi lupa akan tanggung jawabnya terhadap masyarakat. Janji-janji yang dulu diucapkan seakan hanya manis diawal saja. Persaingan sengit yang membuat antara politik satu dengan yang lainnya saling menjatuhkan demi mendapatkan kemenangan dari sang rival dan kekuasaan.
Dengan kondisi ini, rakyat lah yang menjadi korban. Para birokrat bangsa ini sepertinya masih terlalu sibuk berebut kursi. Perdebatan-perdebatan yang terjadi anatara politik satu dan lainnya juga membuat media massa semakin melirik politik Indonesia. Adanya perlibatan politik dengan masyarakat juga menjadikan politik di Indonesia seperti pisau yang dapat membelah negara menjadi beberapa bagian.
Berbicara tentang pisau, pisau sendiri memiliki sisi negatif dan positif. Apabila pisau itu digunakan ibu-ibu untuk memasak, maka bermanfaat lah pisau itu dan membuat ibu dapatt menghidangkan makanan lezat. Namun, bila pisau itu digunakan oleh pembunuh maka yang terjadi adalah sebuah kesedihan dan kesengsaraan yang terjadi. Begitu pula dengan politik di Indonesia. Ia dapat mencapai sebuah kesengsaraan atau bahkan kebahagiaan.
Ditengah gerahnya politik di Indonesia, politikus tidak mampu memberikan kesejukan. Hal ini membuat politikus ini menjadi lebih sibuk, dan mengabaikan masyarakat di luar sana. Namun sebenarnya, politik tidak hanya di kekuasaan saja. Uang pun sudah di politikkan. Sehingga membuat definisi politik mejadi bagaimana seseorang mampu mempengaruhi orang sekelompok lain agar mengikuti gagasan seseorang tersebut.
Dengan model politik yang terjadi saat ini, sangat sulit untuk rakyat dapat merasakan kinerja yang baik dari pemerintah, malahan membuat suatu pandangan buruk terhadap politik itu sendiri. Para generasi muda saat ini, haruslah diperkenalkan dengan politik yang sebenarnya. Dengan tujuan, mereka dapat memperbaiki model politik yang sekarang dan dapat membentuk generasi muda politik yang bertanggung jawab. Sehingga kondisi bangsa kita pun tidak terpuruk karena politik yang tidak bertanggung jawab. Sudah seharusnya semua ini diperbaiki. Kalau bukan kita, siapa lagi. Kalau bukan sekarang, kapan lagi.

Open School: Sebuah Katalisator Pendidikan di Indonesia

Open School: Sebuah Katalisator Pendidikan di Indonesia


Pendidikan merupakan kunci penting dalam menurunkan angka kemiskinan dunia dan berkaitan dengan itu negara-negara di dunia telah membuat suatu komitmen ambisius dan dituangkan dalam Millenium Development Goals (MDGs). Target dalam MDGs mengatakan bahwa di tahun 2015 seluruh anak di dunia harus mendapatkan pendidikan dasar.
Ketika membahas mengenai capaian MDGs terkait bidang pendidikan maka terdapat tiga indikator yang digunakan yaitu rasio anak yang mendapatkan pendidikan dasar, proporsi murid yang menyelesaikan pendidikan dasar (SD-SMP), dan angka melek huruf masyarakat usia 15-24 tahun. Menurut  laporan capaian MDGs tahun 2011 yang dikeluarkan oleh Bappenas sebenarnya Indonesia masih belum mencapai target dan usaha masih harus terus dikerahkan oleh segala pihak. Rasio anak yang mendapatkan pendidikan dasar di Indonesia adalah 95,55%, proporsi murid yang menyelesaikan pendidikan dasar adalah 96,58%, dan angka melek huruf masyarakat usia 15-24 tahun adalah 98,78%. Angka-angka tersebut tentunya menjadi indikasi yang baik terkait perkembangan pendidikan dilihat dari targetnya yaitu 100% tapi tentunya semua harus terus berbenah. Apakah Indonesia patut berpuas diri dengan angka anak yang mendapatkan pendidikan dasar? Bagaimana dengan pendidikan lanjutan? Bagaimana dengan kualitas pendidikan itu sendiri? Bagaimana dengan sistem pendidikan selama ini, sudahkan efektif dan obyektif?
Pembenahan dalam bidang pendidikan ini salah satunya dilakukan oleh Open Government Indonesia (OGI) melalui inisiatif open school di tahun 2012. Inisiatif tersebut didukung juga oleh regulasi yang sebelumnya telah ada yaitu Peraturan Pemerintah RI Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, khususnya Pasal 74 (ayat 1 dan 2) dan Pasal 82 (ayat 1 dan 2) tentang Penerimaan Peserta Didik pada Satuan Pendidikan Dasar/Menengah yang obyektif, transparan, dan akuntabel.
Open School adalah semangat akan keterbukaan sistem manajemen berbasis sekolah yang terintegrasi dan berfokus pada peningkatan mutu di bidang pendidikan. Ide mengenai open school  di Indonesia terinspirasi dari program Check My School di Filipina yang merupakan hasil kerjasama OMS dan Pemerintah Filipina. Pada awalnya, open school  di Indonesia dimulai dengan transparansi dan partisipasi penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) sehingga mencegah penggunaan dana untuk hal yang bersifat non-edukasi. Satu hal lagi yang menjadikan program ini sebagai langkah kecil namun berdampak besar bagi pendidikan di sekolah adalah Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).
PPDB seyogyanya diadakan sebagai upaya untuk memberikan kesempatan yang adil dan sama rata pada calon peserta didik agar semua anak Indonesia dapat bersekolah di sekolah yang menjadi tujuan mereka. Belajar bagi anak-anak bukan lagi suatu kewajiban melainkan kebutuhan baginya. Suatu sekolah tentunya tidak dapat menampung semua anak usia sekolah yang berada di lingkungannya oleh karena itu pihak sekolah dalam hal ini dapat melakukan seleksi dengan mengutamakan dua hal yaitu anak-anak yang berprestasi dan atau anak-anak yang berasal dari keluarga tidak mampu.
Penggunaan PPDB-online sebagai salah satu bentuk nyata open school merupakan cara bijak yang dapat dianjurkan dan diharuskan ke depannya bagi sekolah dalam melakukan seleksi peserta didik baru yang akan diterima, persyaratan, dan kriteria yang harus disiapkan oleh pendaftar. Proses seleksi PPDB harus diikuti dan semua proses seleksi tersebut dapat dipantau secara real time online tersebut tentunya dapat memberikan kesempatan secara adil dan merata kepada semua anak. Saat ini, Indonesia memiliki dua opsi layanan PPDB online yang dapat dipilih oleh masing-masing kabupaten/kota yaitu PPDB milik Kemdikbud (ppdb.kemdikbud.go.id) dan PPDB milik Siap Online Telkom.
Pelaksanan open school  didorong melalui pelaksanaan penerimaan siswa baru online di Provinsi Kalteng dan Kota Ambon. Selain penerimaan siswa baru online,  open school  juga mendorong publikasi BOS secara online. Kota Ambon dapat menjadi contoh dalam hal ini karena ternyata indikator pendidikannya menunjukkan angka-angka yang menarik dan mendapat perhatian khusus. Angka melek huruf di Kota Ambon mengalami kenaikan pada tahun 2009 yaitu 99,35% menjadi 99,63% pada tahun 2010. Angka tersebut bahkan melampaui rata-rata nasional yaitu sebesar 98,78%. Berbeda dengan angka melek huruf, ternyata angka partisipasi sekolah di Kota Ambon menunjukkan tren yang negatif yaitu 72,61% pada tahun 2010 padahal rata-rata nasional mencapai 95,55%. Setelah diteliti lebih lanjut, ditemui bahwa angka partisipasi sekolah di Kota Ambon menurun seiring dengan kenaikan jenjang pendidikan yaitu SD (98,72%), SMP (94,95%), SMA (77,75%), dan Sarjana (45,30%) pada tahun 2010.
Ditemukan pula dari BPS bahwa di Kalteng dan Kota Ambon angka partisipasi sekolah menurun seiring dengan meningkatnya jenjang pendidikan maka ada dua kemungkinan penyebabnya yaitu akses yang sulit ke jenjang pendidikan lebih tinggi dan atau kondisi ekonomi masyarakat masih belum mampu untuk membayar biaya pendidikan. Mengenai permasalahan pembiayaan, pemerintah telah berupaya melalui pemberian dana BOS kepada tiap sekolah. Dengan begitu, masih ada satu pekerjaan rumah yang dihadapi yaitu mengenai akses. Permasalahan terhadap akses ini rasanya dapat diatasi dengan penerapan open school. Open school dapat memberikan informasi transparan kepada semua siswa akan sekolah yang diinginkannya.
Selain memberikan manfaat kepada siswa, open school ternyata juga membawa dampak positif bagi pihak sekolah terutama kepala sekolah. Selama ini sebelum dilaksanakan open school, masa-masa PPDB merupakan masa yang berat bagi kepala sekolah karena dia harus melayani puluhan bahkan ratusan telepon dari orang tua murid yang ingin mendaftarkan diri ke sekolah unggulan. Banyak cara ditempuh orang tua murid untuk memasukkan anaknya ke sekolah unggulan salah satunya dengan memberikan gratifikasi kepada kepala sekolah. Hal tersebut tentunya tidak dibenarkan karena merupakan salah satu bentuk korupsi yang dapat memberikan dampak sistemik. Setelah berlakunya open school, para kepala sekolah merasa bahwa batinnya lebih tenang karena tidak harus berurusan dengan gratifikasi. Pelajaran yang dapat diambil dari sini bahwa selain meratakan kesempatan setiap siswa untuk mengecap pendidikan lebih tinggi, open school juga mendukung kompetisi yang sehat antar siswa dan mendukung terciptanya manajemen sekolah yang transparan dan akuntabel. Contoh ini dibuktikan dengan sudah sirnanya pendapat masyarakat bahwa hanya anak orang mampu yang dapat masuk ke sekolah favorit. Terjadi di Kota Palangkaraya bagiamana ayah yang berprofesi sebagai tukang bakso anaknya dapat diterima di sekolah yang dulunya hanya dapat dipenuhi oleh siswa yang memiliki kemampuan finansial lebih tinggi. Ada pula tukang parkir yang memiliki pengalaman seperti itu. Pengalaman-pengalaman tersebut terjadi di Kota Ambon dan Kota Palangkaraya di awal-awal pelaksanaan PPDB online.
Hingga tahun 2013, 40 sekolah telah menerapkan open school di Kota Ambon dan sekarang adalah saat yang tepat bagi daerah lain di Indonesia untuk bergerak melakukan inovasi serupa. Semua anak Indonesia berhak mendapatkan pendidikan yang layak hingga jenjang tertinggi dan satu hal yang perlu diingat bahwa mendidik anak bangsa sama artinya dengan membangun peradaban. (Oleh: Yuniar Sarah Ningtiyas)

Dualisme Sistem Pendidikan di Indonesia

Dualisme Sistem Pendidikan di Indonesia

Penilaian kemajuan suatau bangsa atau negara terletak pada bagaimana pendidikan berkembang di negara tersebut, apakah sudah sangat maju dan perkembang serta merata apakah masih tercecer pemerataannya serta sistemnya. Saya ingin sedikit membahas dan mengomentari serta memberikan solusi terkait dualisme sistem pendidikan di Indonesia baik itu antara lembaga pendidikan negri maupun swasta, serta lembaga pendidikan umum maupun agama selalu terjadi hal yang kontroversial terkait kebijakan-kebijakan pemerintah yang sampai sekarang masih menimbulkan perdebatan. Terkait dianak tirikannya lembaga pendidikan swasta maupun lembaga pendidikan agama yang secara langsung dinaungi oleh kementrian agama. Hal yang sering terjadi dalam pembagian kedua lembaga pendidikan ini terkait penyamarataan fasilitas dan alat penunjang dalam proses pembelajaran serta melanjutkannya anak didik dalam proses pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Lembaga pendidikan agama sangat dianak tirikan terkait jenjang pendidikan lanjutan yang akan ditempuh oleh anak didiknya apabila ingin melanjutkan ke lembaga pendidikan umum. Hal ini bisa kita lihat di lembaga pendidikan umum yang jumlah lulusan dari lembaga pendidikan agama yang melanjutkan di lembaga pendidikan umum bisa dihitung dengan jari, baik itu negri maupun swasta. Tetapi hal yang paling terlihat jelas dan nyentrik terlihat dalam lembaga pendidikan umum negri.
Walaupun hal ini sudah diatur dan diantisipasi dengan dikeluarkannya SKB (surat keputusan bersama) tiga menteri P&K no.299/u/1984 dengan menteri agama no 45 tahun 1984 yang dijiwai oleh TAP MPR No. II/TAP/MPR/1983, tentang pengaturan pembakuan kurikulum sekolah umum dan madrasah yang isinya antara lain adalah mengizinkan kepada lulusan madrasah untuk melanjutkan ke sekolah-sekolah umum yang lebih tinggi dan begitu pula sebaliknya serta berhak mendapat bantuan sarana prasarana, biaya dan diakui ijazahnya.
Tetapi realita dilapangan membuktikan bahwa madrasah disisihkan baik sarana prasarana, biaya maupun ijazahnya. Begitu juga lulusan seperti SMK (sekolah menengah kejuruan), radhatul athfal serta madrasah-madrasah muallimat dan mualimin. Upaya pemerintah seakan-akan tidak ada untuk mengatasi permasalahan ini terkait penerimaan lulusan lembaga pendidikan agama ke lembaga pendidikan negri, prasana untuk menenuhi keperluan proses penunjang pembelajaran, maupun diakuinya dan diterimanya ijazah baik untuk melanjutkan ke jenjang selanjutnya ataupun bekerja. Hal ini bertambah parah bahwa lembaga pendidikan agama baik negri maupun swasta berada dinaungan kementrian agama bukan di kementrian pendidikan dan kebudayaan yang seharusnya memegang ini.
Sudah sangat umum ditelinga kita bahwa lembaga pendidikan negri ialah lembaga milik pemerintah yang difasilitasi dan dibiayai oleh negara. Maka tak heran pendidikan di lembaga pendidikan negri tanpa ditarik biaya sepeser pun serta fasilitas atau alat penunjang pembelajaran sangat cukup dan terlengkapi. Hal ini sangat terbalik 90 derajat dengan keadaan lembaga pendidikan swasta, walaupun adanya bantuan dari pemerintah terhadap sekolah swasta melalui dana BOS (bantuan operasional sekolah) tetapi dirasa tidak memenuhi kebutuhan dalam proses belajar mengajar terkait fasilitas dan honor pendidik. Sehingga mengakibatkan terdakang lembaga pendidikan swasta menarik tarif yang begitu tinggi untuk meningkatkan mutu lembaga tersebut.
Dari hal inilah yang membuat masyarakat berbondong-bondong menyekolahkan anaknya ke sekolah negri yang kapasitasnya sangat terbatas. Adanya sistem pemilihan nilai maupun tes semakin mempersulit peserta didik untuk dapat bersekolah di lembaga pendidikan negri. Dan inilah yang mengakibatkan banyaknya pengangguran serta anak-anak yang tidak mau sekolah terkait dengan biaya yang sangat tinggi yang tidak mampu dibayar oleh orang tua mereka bila bersekolah di sekolah swasta terutama dari kalangan masyarakat menengah kebawah. Walaupun banyak beasiswa dari beberapa pihak yang menyediakan untuk keluarga yang kurang mampu untuk mensekolahkan anaknya tetapi beasiswa ini kadang tergolong rumit dan jarang diketahui oleh masyarakat sekitar.
Menurut analisis dan pendapat kami dikotomi dan dualisme pendidikan di Indonesia terutama pada permasalahannya, ada dua pokok yang harus dibenahi pemerintah untuk meningkatkan integritas pendidikan di Indonesia yaitu pemerataan pendidikan di wilayah-wilayah Indonesia terutama di daerah terpencil serta penyejahteraan tenaga pendidik.
Terkait pemerataan ini, harus adanya sinkronisasi antara pembagunan baik itu infrastuktur maupun ekonomi serta pendidikan di suatu daerah tersebut terkait kebijakan otonomi daerah. Majunya dan sejahteraan disuatu daerah diukur tingkat kecerdasan masyarakat tersebut sehingga mampu menopang dan meningkatkan ekonomi dan pembangunan daerah. Maka pendidikan ialah komponen terpenting jika ingin memajukan atau mensejahterakan suatu daerah. Dan hal ini dilakukan dengan pemerataan pendidikan yang tidak hanya tersentral di daerah Ibu kota dan sekitarnya saja terutama pulau Jawa. Pendidikan di Indonesia saat ini terpusat dan tersentral hanya dipulau Jawa, hal inilah yang menyebabkan banyaknya anak didik yang melancong ke Jawa untuk mencari Ilmu.
Yang kedua ialah penyejahteraan tenaga pendidik baik itu guru maupun dosen yang harus adanya dukungan dari Pemerintah untuk memajukan pendidikan melalui tenaga pendidik tersebut baik itu berupa materil maupuun immateril. Ketika pemerintah mendukung dan mensupport kinerja tenaga pendidik maka akan tercipta sebuah hubungan yang baik untuk semakin memajukan Pendidikan di Indonesia ini.
Untuk menjadi generasi unggul hal yang harus kita bangun dari diri kita sendiri ialah berusaha untuk meningkatkan pendidikan di Indonesia ini dengan mau menjadi pendidik tanpa mengharapkan apa-apa ikhlas seutuhnya. Komponen yang terpenting untuk meningkatkan pendidikan atau pengetahuan anak didik ialah mengajarkan segala sesuatu kepada anak didik dengan rasa ikhlas sehingga terciptalah hubungan harmonis antara pendidik dan peserta didik. Ketika terciptalah hubungan emosional antara pendidik (guru atau dosen) dengan anak didik maka ilmu yang diajarkan akan lebih mudah masuk dan terserap kedalam anak didik tersebut. Dan motto yang harus dimiliki pendidik sesuai motto dari pendidikan di Indonesia yang digagas oleh Ki Hajar Dewantara ialah, ing ngarsa sing tuladha, ing madya mangun kerso, tut wuri handayani.
Makna dari motto itu ialah bahwa pendidik baik itu guru maupun dosen harus bisa menempatkan tempat dimana pun baik di depan, tengah maupun belakang. Ketika berada di depan pendidik harus memberikan contoh terhadap anak didiknya dan ketika di tengah pendidik mampu membuat ide maupun prakarsa dan ketika di belakang pendidik harus mampu memberikan dorongan atau arahan kepada anak didiknya.
Dan yang terakhir gunakan ilmu kita apa pun itu untuk membantu sesama baik itu siapa pun dari manapun tanpa memandang suku, agama serta etnis tanpa mengharapkan apa pun dengan satu tujuan untuk memajukan atau meingkatkan bangsa Indonesia. Dalam agama Islam sudah sering diajarkan bahwa sebaik-baik manusia ialah manusia yang bermanfaat bagi sesamanya. Jadi apa pun kita jika kita bermanfaat bagi orang lain maka hal yang kita lakukan tidak akan sia-sia.

badan pusat statistik indonesia

badan pusat statistik indonesia
Rumah Tangga Biasa adalah seseorang atau sekelompok orang yang mendiami atau tinggal bersama di sebagian atau seluruh bangunan fisik/bangunan sensus dan biasanya makan dari satu dapur. Yang dimaksud satu dapur, adalah jika pengurusan kebutuhan sehari-hari dikelola menjadi satu. Beberapa orang yang bersama-sama mendiami satu kamar dalam satu bangunan sensus walaupun mengurus makannya sendiri-sendiri dianggap satu rumah tangga biasa.
Rumah tangga yang tidak tercakup dalam Susenas adalah:
  1. Orang yang tinggal di asrama, yaitu suatu tempat tinggal yang pengurusan kebutuhan sehari-harinya diatur oleh suatu yayasan atau badan, misalnya asrama perawat, asrama ABRI (tangsi), dan asrama karyawan/mahasiswa.
  2. Orang-orang yang tinggal di Lembaga Pemasyarakatan, Panti Asuhan dan sebagainya.
  3. Sekelompok orang yang mondok dengan makan/indekos yang berjumlah 10 orang atau lebih.
Anggota Rumah Tangga adalah semua orang yang biasanya bertempat tinggal di suatu rumah tangga, baik yang pada waktu pencacahan berada di rumah tangga tersebut maupun yang sedang bepergian (tidak berniat pindah) kurang dari 6 bulan. Orang yang telah 6 bulan atau lebih tinggal di rumah tangga yang sedang dicacah atau yang telah tinggal kurang dari 6 bulan tetapi berniat menetap dianggap sebagai anggota rumah tangga dari rumah tangga yang sedang dicacah tersebut.
Tidak termasuk anggota rumah tangga yaitu orang yang telah bepergian selama 6 bulan atau lebih, atau kurang dari 6 bulan tetapi dengan tujuan pindah (akan meninggalkan rumah selama 6 bulan atau lebih).
Bersekolah adalah mereka yang terdaftar dan aktif mengikuti pendidikan baik di suatu jenjang pendidikan formal (pendidikan dasar yaitu SD/sederajat dan SMP/sederajat, pendidikan menengah yaitu SMA/sederajat dan pendidikan tinggi yaitu PT/sederajat) maupun non formal (Paket A setara SD, paket B setara SMP dan paket C setara SMA) yang berada di bawah pengawasan Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas), Kementerian Agama (Kemenag), instansi lainnya negeri maupun swasta
Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi, meliputi SD/MI/sederajat, SMP/MTs/sederajat, SM/MA/sederajat dan PT.
Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Meliputi pendidikan kecakapan hidup (kursus), pendidikan anak usia dini (PAUD) atau pra-sekolah, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan (paket A, paket B, dan paket C) serta pendidikan lainnya yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.
Tidak/belum pernah sekolah adalah tidak/belum pernah terdaftar dan aktif mengikuti pendidikan di suatu jenjang pendidikan, termasuk mereka yang tamat/belum tamat Taman Kanak-kanak yang tidak melanjutkan ke Sekolah Dasar.
Tamat sekolah adalah telah menyelesaikan pelajaran pada kelas/tingkat terakhir suatu jenjang pendidikan di sekolah negeri maupun swasta dengan mendapatkan tanda tamat/ijazah. Seorang yang belum mengikuti pelajaran pada kelas tertinggi tetapi jika ia mengikuti ujian dan lulus maka dianggap tamat.
Angka Buta Hurufadalah proporsi penduduk usia tertentu yang tidak dapat membaca dan atau menulis huruf Latin atau huruf lainnya terhadap penduduk usia tertentu.
Angka Partisipasi Sekolah (APS): proporsi anak sekolah pada usia jenjang pendidikan tertentu dalam kelompok usia yang sesuai dengan jejang pendidikan tersebut
Angka Partisipasi Murni (APM) : Proporsi anak sekolah pada satu kelompok usia tertentu yang bersekolah pada jenjang yang sesuai dengan kelompok usianya.
Angka Partisipasi Kasar (APK) : Proporsi anak sekolah pada suatu jenjang tertentu dalam kelompok usia yang sesuai dengan jenjang pendidikan tersebut
Jenjang Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan adalah jenjang pendidikan tertinggi yang ditamatkan oleh seseorang, yang ditandai dengan sertifikat/ijazah.
SD meliputi Sekolah Dasar, Madrasah Ibtidaiyah dan sederajat.
SMP meliputi jenjang pendidikan SMP Umum, Madrasah Tsanawiyah, SMP kejuruan dan sederajat.
SM meliputi jenjang pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA), sekolah menegah kejuruan (SMK), Madrasah Aliyah dan sederajat.
PT meliputi jenjang pendidikan Diploma I, II, III dan IV dan sederajat.

KONSEP DAN DEFINISI MODUL SOSIAL BUDAYA
Mendengarkan radio adalah kegiatan meluangkan waktu dan perhatian untuk mendengarkan atau mengikuti siaran radio dari salah satu atau beberapa acara yang disajikan.
Membaca Surat Kabar/Majalah adalah pernah membaca setidak-tidaknya satu artikel di surat kabar atau majalah dan biasanya mengetahui/mengerti isi artikel tersebut.
Menonton Televisi adalah kegiatan meluangkan waktu dan perhatian untuk menonton salah satu atau beberapa acara yang disajikan dalam televisi sehingga mengerti dan menikmatinya
Olahraga adalah kegiatan seseorang dengan sengaja meluangkan waktunya untuk melakukan satu atau lebih kegiatan fisik secara teratur (gerak badan dengan gerakan-gerakan tertentu atau dengan macam-macam permainan seperti senam, atletik, tenis meja, voli, sepak bola, dsb).

MENYELAMI LEBIH DALAM PENDIDIKAN DI INDONESIA

MENYELAMI LEBIH DALAM PENDIDIKAN DI INDONESIA

Pelajaran berhitung yang dikemas dalam permainan kreatif dan menyenangkan.

Pendiri Tanoto Foundation, Sukanto Tanoto dan Tinah Bingei Tanoto, tidak memiliki kesempatan untuk menyelesaikan sekolah. Karena hal tersebut, mereka berdua menjadikan misi Tanoto Foundation untuk memastikan bahwa anak-anak lain tidak kehilangan kesempatan untuk belajar.
Sukanto Tanoto dan Tinah Bingei Tanoto percaya bahwa dukungan mereka dalam sektor pendidikan dapat mendukung lebih banyak masyarakat Indonesia merealisasikan potensinya. Visi Tanoto Foundation adalah menjadi pusat unggulan dalam menanggulangi kemiskinan melalui tiga pilar program. Salah satu fokus kegiatan Tanoto Foundation adalah dalam bidang pendidikan, yang dapat membantu memutus rantai kemiskinan antargenerasi dan memberdayakan anak-anak. Kedua adalah untuk memberdayakan keluarga secara keseluruhan. Sedangkan yang ketiga adalah untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
Dalam sektor pendidikan, Tanoto Foundation mempunyai dua kegiatan utama. Pertama adalah kegiatan yang berfokus pada penyediaan beasiswa untuk seluruh tingkat pendidikan, termasuk beasiswa dengan ikatan dinas dan non dinas. Kegiatan kedua berfokus pada peningkatan kualitas pendidikan Sekolah Dasar dan pusat-pusat Pendidikan Anak Usia Dini. Sampai saat ini, lebih dari 38.000 siswa dan 4.400 guru telah menjadi penerima manfaat dari program Tanoto Foundation.
Di Indonesia, sebagian besar anak telah memiliki akses terhadap pendidikan. Namun, mutu pendidikan yang mereka terima masih perlu diperbaiki. Berdasarkan survei dari 50 sekolah yang dilaksanakan di tiga provinsi pada tahun 2009, Tanoto Foundation menyimpulkan bahwa manajemen sekolah umumnya masih harus ditingkatkan dan hal ini berpengaruh terhadap kualitas pendidikan. Setelah merancang konsep mengenai manajemen sekolah yang harus diterapkan, Tanoto Foundation menggunakan indikator-indikator untuk mendalami hal-hal yang terkait.
Salah satu indikator sederhana yang mereka gunakan adalah apakah kepala sekolah pernah mengadakan pertemuan dengan guru. Jawabannya ternyata tidak pernah. Ini memacu Tanoto Foundation dalam merancang sebuah program pelatihan guru dan kepala sekolah dalam praktik manajemen pendidikan yang baik. Mereka kemudian dipantau untuk melihat apakah mereka menerapkan apa yang telah mereka pelajari.
Artikel ini dipublikasikan dalam “Case Studies Report: “Focus on Indonesia” yang diterbitkan oleh United Nations Development Program (UNDP.)

Bagaimana Polemik Politik di Indonesia Saat Ini

Bagaimana Polemik Politik di Indonesia Saat Ini

Polemik politik ialah perdebatan politik yang terjadi di berbagai surat kabar dan majalah. Polemik politik ini sering terjadi di Indonesia. Hal tersebut disebabkan karena banyaknya masalah yang sering terjadi di perpolitikan Indonesia. Sekarang ini, keadaan politik di Indonesia tidak seperti yang diinginkan. Banyak rakyat beranggapan bahwa politik di Indonesia adalah sesuatu yang hanya merebut dan mementingkan kekuasaan.
Seperti yang kita ketahui, di Indonesia sedang marak terjadi kasus politik yang berbau perebutan kekuasaan. Di perpolitikan Indonesia, biasanya dalam perebutan kekuasaan lawan yang kalah dan tidak terima akan kekalahan mereka akan mencari cara untuk menjatuhkan lawan mereka.
Kondisi politik di Indonesia sungguh sangat menyedihkan, banyak pejabat yang masih fokus untuk mengurus kekuasaan dan juga jabatan mereka. Bahkan berefek pada kondisi rakyat yang terlupakan oleh mereka. Hal ini menyebabkan banyak rakyat yang menuntut dan sangat tidak puas dengan hal tersebut.
Pemerintah Indonesia pun tidak mampu menjalankan fungsinya sebagai wakil rakyat. Hal ini ditunjukkan oleh sebagian rakyat yang mengeluh, karena hidup mereka belum dapat disejahterakan oleh negara. Pandangan masyarakat terhadap politik itu sendiri menjadi buruk, dikarenakan pemerintah Indonesia yang tidak menjalankan kewajibannya sebagai wakil rakyat dengan baik. Bagi mereka politik hanyalah sesuatu yang buruk dalam mencapai kekuasaan.
Sampai saat ini, rakyat Indonesia belum merasakan hasil kinerja yang baik dari pemerintah Indonesia. Sebagian besar dari masyarakat masih menjadi korban ketidakadilan pemerintahan dan efek dari perpolitikan di negara ini. Rakyat masih memandang buruk terhadap politik itu sendiri. Oleh karena itu, kita sebagai generasi muda Indonesia haruslah bisa mengenal dan memahami arti politik yang sebenarnya, agar dikemudian hari kita dapat menjadi generasi baru yang lebih bertanggung jawab.
ini linknyabagaimana polemik politik diindonesia saat ini

Politik Dan Pemerintahan

Politik Dan Pemerintahan



indonesia menjalankan pemerintahan republik presidensial multipartai yang demokratis. Seperti juga di negara-negara demokrasi lainnya, sistem politik di Indonesia didasarkan pada Trias Politika yaitu kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif. Kekuasaan legislatif dipegang oleh sebuah lembaga bernama Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang terdiri dari dua badan yaitu DPR yang anggota-anggotanya terdiri dari wakil-wakil Partai Politik dan DPD yang anggota-anggotanya mewakili provinsi yang ada di Indonesia. Setiap daerah diwakili oleh 4 orang yang dipilih langsung oleh rakyat di daerahnya masing-masing.
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) adalah lembaga tertinggi negara. Namun setelah amandemen ke-4 MPR bukanlah lembaga tertinggi lagi. Keanggotaan MPR berubah setelah Amandemen UUD 1945 pada periode 1999-2004. Seluruh anggota MPR adalah anggota DPR, ditambah dengan anggota DPD (Dewan Perwakilan Daerah).[25] Anggota DPR dan DPD dipilih melalui pemilu dan dilantik dalam masa jabatan lima tahun. Sejak 2004, MPR adalah sebuah parlemen bikameral, setelah terciptanya DPD sebagai kamar kedua. Sebelumnya, anggota MPR adalah seluruh anggota DPR ditambah utusan golongan. MPR saat ini diketuai oleh Zulkifli Hasan. Anggota MPR saat terdiri dari 560 anggota DPR dan 132 anggota DPD. DPR saat ini diketuai oleh Setya Novanto, sedangkan DPD saat ini diketuai oleh Irman Gusman.
Lembaga eksekutif berpusat pada presiden, wakil presiden, dan kabinet. Kabinet di Indonesia adalah Kabinet Presidensial sehingga para menteri bertanggung jawab kepada presiden dan tidak mewakili partai politik yang ada di parlemen. Meskipun demikian, Presiden saat ini yakni Joko Widodo yang diusung oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan juga menunjuk sejumlah Akademisi, Pengusaha dan pemimpin Partai Politik untuk duduk di kabinetnya. Tujuannya untuk menjaga stabilitas pemerintahan mengingat kuatnya posisi lembaga legislatif di Indonesia.
Lembaga Yudikatif sejak masa reformasi dan adanya amandemen UUD 1945 dijalankan oleh Mahkamah Agung, Komisi Yudisial, dan Mahkamah Konstitusi, termasuk pengaturan administrasi para hakim. Meskipun demikian keberadaan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tetap dipertahankan.

Ini Tujuh Masalah Pendidikan di Indonesia Menurut JPPI

Ini Tujuh Masalah Pendidikan di Indonesia Menurut JPPI

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mencatat tujuh masalah pendidikan yang harus segera diselesaikan pemerintah untuk mewujudkan Nawacita bidang pendidikan.

"Masih ada celah yang harus terus diperbaiki, terutama dalam meningkatkan mutu pendidikan sebagaimana yang dicita-citakan," kata Koordinator Nasional JPPI, A. Ubaid Matraji kepada Republika.co.id, Selasa (2/5).

Pertama, nasib program wajib belajar (wajar) 12 tahun ini masih di persimpangan jalan. Alasannya, program itu belum memiliki payung hukum. Perbincangan soal realisasi wajar 12 tahun ini mengemuka sejak awal pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) hingga 2015.

Namun, sepanjang 2016-2017, tidak ada lagi perbincangan dan langkah untuk mewujudkan hal itu. Menurutnya, mandegnya wajar 12 tahun akibat tidak adanya payung hukum yang dapat mendorong untuk mewujudkannya.

Ubaid beranggapan, seharusnya, UU Sisdiknas harus diamandemen khususnya pasal terkait wajar sembilan tahun diubah menjadi 12 tahun. Atau, bisa juga didorong melalui Instruksi Presiden dan Peraturan Daerah tentang pelaksanaan wajar 12 tahun di provinsi.

Kedua, angka putus sekolah dari SMP ke jenjang SMA mengalami kenaikan. Hal ini dipicu maraknya pungutan liar di jenjang MA/SMK/SMA. Banyak kabupaten/kota yang dulu sudah menggratiskan SMA/SMK, tapi kini mereka resah karena banyak provinsi yang membolehkan sekolah untuk menarik iuran dan SPP untuk menutupi kekurangan anggaran untuk pendidikan.

Menurutnya, alih wewenang pengelolaan jenjang sekolah menengah ini tidak menjawab kebutuhan wajar 12 tahun. Namun, hanya peralihan wewenang yang justru menimbulkan masalah baru.

Ketiga, pendidikan agama di sekolah mendesak untuk dievaluasi dan dibenahi, baik metode pembelajarannya maupun gurunya. Berdasarkan penelitian Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat UIN Jakarta (Desember 2016), terdapat 78 perden guru PAI (Pendidikan Agama Islam) di sekolah, setuju jika pemerintah berdasyarkan syariat Islam dan 77 persen guru PAI mendukung organisasi-organisasi yang memperjuangkan syariat Islam.

Ubaid menilai hal itu merupakan cara pandang yang berbahaya bagi keutuhan NKRI. Jika dibiarkan, benih-benih intoleran dan sikap keagamaan yang radikal akan tumbuh subur di sekolah.

Keempat, masih lemahnya pengakuan negara atas pendidikan pesantren dan madrasah (diniyah). Model pendidikan ini berperan sejak dahulu, jauh sebelum Indonesia merdeka.

Namun, kini perannya termarginalkan karena tidak sejalan dengan kurikulum nasional. Maka, tidak heran, jika belakangan ini kekerasan atas nama agama, SARA, dan benih-benih radikalisme tumbuh subur. Sebab, pendidikan agama di sekolah tidaklah cukup memadahi.

Pendidikan agama tidak bisa dilakukan secara instan di sekolah. Jadi, sekolah perlu bersinergi dengan lembaga pesantren dan madrasah diniyah untuk memberikan pemahaman agama yang komprehensif (tafaqquh fiddin), yang bervisi rahmatan lil alamin. Untuk itu, RUU madrasah dan pesantren harus masuk Prolegnas 2017.

Kelima, pendistribusian Kartu Indonesia Pintar (KIP) harus tepat sasaran dan tepat waktu. Bersekolah bagi kaum marginal masih jadi impian. Marginal di sini terutama dialami oleh warga miskin dan anak-anak yang berkebutuhan khusus.

Angka putus sekolah didominasi oleh kedua kelompok tersebut. Program BOS, BSM, dan KIP perlu dievaluasi karena nyatanya masih banyak anak miskin yang susah masuk sekolah. Pendistribusian yang lambat, alokasi yang tidak akurat, dan juga penyelewengan dana turut menyelimuti implementasi program tersebut.

Khusus untuk kelompok difabel, mereka terkendala susahnya menemukan sekolah inklusi. Akhirnya, mereka harus bersekolah dengan teman yang senasib, dan semakin menjadikannya tereksklusi dari realitas sosial.

Keenam, kekerasan dan pungutan liar di sekolah masih merajalela. Potret buram pendidikan di Indonesia masih diwarnai oleh kasus kekerasan di sekolah dan pengaduan pungli. Modus kekerasan ini sudah sangat rumit untuk diurai, karena para pelakunya dari berbagai arah.

Komponen utama sekolah, yakni, wali murid, guru, dan siswa, satu sama lain berperan ganda. Artinya, masing-masing dapat berperan sebagai pelaku, dapat pula jadi korban. Penerapan sekolah ramah anak menjadi penting untuk direvitalisasi. Di sisi lain, fakta pungutan liar di seakan tidak dapat dikendalikan, terutama terjadi di sekolah negeri yang harusnya bebas pungutan dan juga terjadi di jenjang sekolah menengah.

Ketujuh, ketidak-sesuaian antara dunia pendidikan dengan dunia kerja. Saat ini ada lebih dari tujuh juta angkatan kerja yang belum mempunyai pekerjaan. Sementara di saat yang sama, dunia usaha mengalami kesulitan untuk merekrut tenaga kerja terampil yang sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan dan siap pakai.

Ini menunjukkan bahwa ada gap antara dunia industri dengan ketersedian tenaga terampil di Indonesia. Ini penting, sebab di era MEA, serbuan tenaga kerja asing akan meminggirkan dan mempensiundinikan tenaga kerja Indonesia. Untuk itu, perbaikan dan penyempurnaan kurikulum di sekolah juga harus mampu menjawab masalah ini. 

ini linknyaini tujuh masalah pendidikan diindonesia menurut JPPI

Kualitas Pendidikan di Indonesia

Kualitas Pendidikan di Indonesia

1.1 Latar Belakang Masalah
Indeks pembangunan pendidikan untuk semua atau education for all di Indonesia menurun. Jika tahun lalu Indonesia berada di peringkat ke-65, tahun ini merosot di peringkat ke-69. Berdasarkan data dalam Education For All (EFA) Global Monitoring Report 2011: The Hidden Crisis, Armed Conflict and Education yang dikeluarkan Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) yang diluncurkan di New York, Senin (1/3/2011), indeks pembangunan pendidikan atau education development index (EDI) berdasarkan data tahun 2008 adalah 0,934. Nilai itu menempatkan Indonesia di posisi ke-69 dari 127 negara di dunia. EDI dikatakan tinggi jika mencapai 0,95-1. Kategori medium berada di atas 0,80, sedangkan kategori rendah di bawah 0,80. Total nilai EDI itu diperoleh dari rangkuman perolehan empat kategori penilaian, yaitu:
  • Angka partisipasi pendidikan dasar,
  • Angka melek huruf pada usia 15 tahun ke atas,
  • Angka partisipasi menurut kesetaraan jender,
  • Angka bertahan siswa hingga kelas V sekolah dasar (SD).
Penurunan EDI Indonesia yang cukup tinggi tahun ini terjadi terutama pada kategori penilaian angka bertahan siswa hingga kelas V SD. Kategori ini untuk menunjukkan kualitas pendidikan di jenjang pendidikan dasar yang siklusnya dipatok sedikitnya lima tahun.
Dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945 memuat cita-cita pendidikan bangsa Indonesia, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Dengan itu, harkat dan martabat seluruh warga negara akan dapat terwujud. Salah satunya dengan adanya sekolah dan sistem sekolah sebagai suatu lembaga sosial dan pendidikan dipilih dan ditempatkan di antara sistem kelembagaan yang telah ada.
Menurut Suyata, fungsi utama sekolah pada awalnya adalah pengajaran namun dalam perkembangannya sekolah berfungsi majemuk dengan pendidikan sebagai intinya. Persoalan jumlah dan siapa yang perlu memperoleh pendidikan kiranya cukup jelas, yaitu semua rakyat pembentuk bangsa kita, sedangkan yang perlu dipikirkan dan di usahakan adalah kualitas pendidikan atau mutu kecerdasannya, serta cara mencapainya merupakan implikasi pesan utama cita-cita yang diletakkan oleh bapak-bapak pendiri Republik Indonesia dan pengisian pesan tersebut perlu dicari, dikaji, dan terus dikembangkan.
Memasuki abad ke- 21 gelombang globalisasi dirasakan kuat dan terbuka. Kemajuan teknologi dan perubahan yang terjadi memberikan kesadaran baru bahwa Indonesia tidak lagi berdiri sendiri. Indonesia berada di tengah-tengah dunia yang baru, dunia terbuka sehingga orang bebas membandingkan kehidupan dengan negara lain.
Yang kita rasakan sekarang adalah adanya ketertinggalan didalam mutu pendidikan. Hasil itu diperoleh setelah kita membandingkannya dengan negara lain. Pendidikan memang telah menjadi penopang dalam meningkatkan sumber daya manusia Indonesia untuk pembangunan bangsa.
Menurut Tilaar, bukan saja bagi para professional, juga bagi masyarakat luas pun terdapat suatu gerakan yang menginginkan adanya perubahan sekarang juga dalam hal usaha peningkatan mutu atau mutu pendidikan. Oleh karena itu, kita seharusnya dapat meningkatkan sumber daya manusia Indonesia yang tidak kalah bersaing dengan sumber daya manusia di negara-negara lain.
2.1 Ciri-ciri Pendidikan di Indonesia
Cara melaksanakan pendidikan di Indonesia sudah tentu tidak terlepas dari tujuan pendidikan di Indonesia, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa yang terdapat dalam pembukaan UUD 1945. Sebab pendidikan Indonesia yang dimaksud di sini ialah pendidikan yang dilakukan di bumi Indonesia untuk kepentingan bangsa Indonesia.
Sesuai dengan ciri pendidikan di Indonesia, salah satunya aspek ketuhanan yang sudah dikembangkan dengan banyak cara seperti melalui pendidikan-pendidikan agama di sekolah maupun di perguruan tinggi, melalui ceramah-ceramah agama di masyarakat, melalui kehidupan beragama di asrama-asrama, lewat mimbar-mimbar agama dan ketuhanan di televisi, melalui radio, surat kabar dan sebagainya. Bahan-bahan yang diserap melalui media itu akan berintegrasi dalam rohani para siswa/mahasiswa.
Pengembangan pikiran sebagian besar dilakukan di sekolah-sekolah atau perguruan-perguruan tinggi melalui bidang studi-bidang studi yang mereka pelajari. Pikiran para siswa/mahasiswa diasah melalui pemecahan soal-soal, pemecahan berbagai masalah, menganalisis sesuatu serta menyimpulkannya.
2.2 Kualitas Pendidikan di Indonesia
Seperti yang telah kita ketahui, kualitas pendidikan di Indonesia masih menjadi perhatian. Hal ini terlihat dari banyaknya kendala yang mempengaruhi peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia. Sehingga perlu diteliti dan dicermati agar kelak bangsa Indonesia dapat meningkatkan kualitas pendidikan dengan lancar dan dapat bersaing di Era Globalisasi.
Beberapa pendapat para ahli pendidikan tentang kendala peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia, yaitu:
  1. Menurut Soedijarto (1991: 56), bahwa rendahnya mutu atau kualitas pendidikan di samping disebabkan oleh karena pemberian peranan yang kurang proporsional terhadap sekolah, kurang memadainya perencanaan, pelaksanaan, dan pengelolaan sistem kurikulum, dan penggunaan prestasi hasil belajar secara kognitif sebagai satu-satunya indikator keberhasilan pendidikan, juga disebabkan karena sistem evaluasi tidak secara berencana didudukkan sebagai alat pendidikan dan bagian terpadu dari system kurikulum.
  2. Secara umum,  Edward Sallis (1984) dalam Total Quality Management in Education menyebutkan, kondisi yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan dapat berasal dari berbagai macam sumber, yaitu miskinnya perancangan kurikulum, ketidak cocokan pengelolaan gedung, lingkungan kerja yang tidak kondusif, ketidaksesuaian system dan prosedur (manajemen), tidak cukupnya jam pelajaran, kurangnya sumber daya, dan pengadaan staf (Syafaruddin, 2002: 14).
  3. Sedangkan menurut laporan Bank Dunia dalam Mulyasa (2002: 12-13), terdapat empat faktor yang diidentifikasi menjadi kendala mutu atau mutu pendidikan di Indonesia, yaitu:
  4. Kompleksitas pengorganisasian pendidikan antara Depdiknas (bertanggung jawab dalam hal materi pendidikan, evaluasi buku teks dan kelayakan bahan-bahan ajar) dan Depagri dalam bidang (ketenagaan, sumber daya material, dan sumber daya lainnya). Di samping itu, Departemen Agama bertanggung jawab dalam membina dan mengawasi sekolah-sekolah keagamaan negeri maupun swasta. Dualisme ini berakibat fatal karena rancunya pembagian tanggung jawab dan peranan manajerial, keterlambatan dan terpilahnya system pembiayaan, serta perebutan kewenangan atas guru.
  5. Praktik manajemen yang sentralistik pada tingkat SLTP. Pembiayaan dan perencanaan oleh pemerintah pusat yang melibatkan banyak departemen. Hal ini menghambat pencapaiaan tujuan wajib belajar pendidikan dasar.
  6. Praktik penganggaran yang terpecah dan kaku. Kompleksitas organisasi yang menyiapkan anggaran pembangunan menjadi rumitnya pengelolaan pendidikan. Bappenas, Depdiknas, dan Depagri, termasuk Depag, dalam menyiapkan anggaran pendidikan. Akibatnya, hal ini menimbulkan dampak negatif, yaitu tidak adanya tanggung jawab yang jelas antar unit, tidak ada evaluasi reguler terhadap kebutuhan riil, dan tidak ada jaminan dana yang dialokasikan secara benar dan merata.
  7. Manajemen sekolah yang tidak efektif. Sebagai pelaku utama, kepala sekolah banyak yang kurang mampu melakukan peningkatan mutu sekolahnya karena tidak dilengkapi dengan kemampuan kepemimpinan dan manajerial yang baik. Pelatihan yang kurang dan rekruitmen kepala sekolah yang belum didasarkan atas kemampuan memimpin dan profesionalitas.
2.3 Penyebab Rendahnya Kualitas Pendidikan di Indonesia
Salah satu penyebab rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia, yaitu: rendahnya kualitas guru. Keadaan guru di Indonesia masih menjadi perhatian. Kebanyakan guru belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya sebagaimana disebut dalam pasal 39 UU No 20/2003 yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan, melakukan pelatihan, melakukan penelitian dan melakukan pengabdian masyarakat.
Rendahnya kualitas guru disebabkan oleh guru atau pengajar yang mengajar tidak pada kompetensinya. Misalnya saja, pengajar A mempunyai dasar pendidikan di bidang bahasa, namun di mengajarkan keterampilan, yang sebenarnya bukan kompetensinya. Hal tersebut benar-benar terjadi jika kita melihat kondisi pendidikan di lapangan yang sebenarnya. Hal lain adalah pendidik yang kurang inovasi dan kurang kreatif dalam pembelajaran yang tidak dapat mengomunikasikan bahan pengajaran dengan baik, sehingga tidak mudah dimengerti dan membuat tertarik peserta didik.
2.4 Solusi Untuk Meningkatkan Kualitas Pendidikan di Indonesia
Masalah kualitas pendidikan, rupanya menjadi perhatian di dunia pendidikan dewasa ini. Menurut Tilaar (1990: 187), bukan saja bagi para professional, juga bagi masyarakat luas pun terdapat suatu gerakan yang menginginkan adanya perubahan sekarang juga dalam hal usaha peningkatan mutu atau kualitas pendidikan.
Dengan melihat keadaan mutu pendidikan yang rendah, maka telah diupayakan usaha-usaha dalam meningkatkan mutu pendidikan. Oleh karena itu, untuk meningkatkan mutu pendidikan sasaran sentralnya yang dibenahi adalah mutu guru dan mutu pendidikan guru (Zamroni, 2001:51).
Dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan, maka perlu kiranya dilakukan kegiatan-kegiatan dalam usaha peningkatan kualitas guru, yaitu:
1.    Absensi dan Kedisiplinan Guru
Hal ini sangat menentukan mutu pendidikan guru, karena absensi dan kedisiplinan guru sangat berpengaruh demi kelancaran proses belajar mengajar. Jika guru jarang hadir atau tidak disiplin maka hal itu akan menghambat proses belajar mengajar dan akan mengakibatkan peserta didik menjadi malas. Akan tetapi, jika guru selalu tepat waktu tidak pernah terlambat dalam mengajar, maka hal inilah yang akan menjadi pemacu semangat peserta didik dalam belajar. Dan bagi guru hendaknya selalu mempunyai komitmen sebagai pendidik untuk meningkatkan mutu pendidikan.
2.    Membentuk Teacher Meeting
Dimana teacher meeting dapat diartikan dengan pertemuan atau rapat guru yang merupakan salah satu teknik supervisi dalam rangka usaha memperbaiki situasi belajar mengajar di sekolah.
Tujuan dari Teacher Meeting ini adalah menyatukan pendapat-pendapat tentang metode kerja yang akan membawa mereka bersama ke arah pencapaian tujuan pengajaran yang maksimal dan membantu guru, baik secara individu maupun secara bersama-sama untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka, menganalisa problem-problem mereka, perkembangan pribadi dan jabatan mereka.
3. Mengikuti Penataran
Penataran merupakan salah satu saran yang tepat untuk meningkatkan mutu guru terutama dalam hal kemampuan profesionalisme. Seperti yang diungkapkan Djumhur dan Moch Surya dalam bukunya yang berjudul “Bimbingan dan Penyuluhan Di Sekolah”: Penataran adalah usaha pendidikan dan pengalaman untuk meningkatkan mutu guru dan pegawai guna menyelaraskan pengetahuan dan keterampilan mereka sesuai dengan kemampuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidangnya masing-masing (Djumhur,1975:115).
Kegiatan penataran tersebut dimaksudkan untuk:
a. Mempertinggi mutu petugas dalam bidang profesinya masing-masing
b. Meningkatkan efisiensi kerja menuju ke arah tercapainya hasil
Adapun penataran yang diikuti oleh guru adalah penataran yang diadakan oleh DEPAG, Depdikbud maupun lembaga-lembaga lain. Dalam penataran ini tidak semua guru dapat mengikutinya, tetapi hanya guru-guru tertentu dan setelah guru mengikuti penataran maka hasilnya akan disampaikan kepada guru lainnya.
4. Mengikuti Kursus Pendidikan
Dengan mengikuti kursus akan menambah wawasan dan pengetahuan guru. Hal ini juga akan dapat meningkatkan profesionalisme guru lebih bermutu. Kegiatan kursus ini bisa dilakukan secara individu maupun kolektif.
5. Mengadakan Lokakarya atau Workshop
Lokakarya atau Workshop merupakan suatu kegiatan pendidikan “in-service” dalam rangka pengembangan profesionalisme tenaga-tenaga kependidikan (Ametembun, 1981: 103).
Lokakarya merupakan suatu usaha untuk mengembangkan kemampuan berfikir dan bekerja bersama-sama baik mengenai masalah teoritis maupun praktis, dengan maksud untuk meningkatkan mutu hidup pada umumnya serta mutu dalam hal pekerjaan (Piet, 1981: 108).
Dengan adanya lokakarya ini, guru diharapkan akan memperoleh pengalaman baru dan dapat menumbuhkan daya kreatifitas serta dapat memproduksi hasil yang berguna dari proses belajar mengajar. Di samping itu guru dapat memupuk perasaan sosial lebih mendalam terhadap peserta didik, sesama pendidik, dan karyawan maupun terhadap masyarakat.
6. Mengadakan Studi Tour
Kegiatan seperti ini biasanya dilakukan oleh guru-guru yang mengajar mata pelajaran yang sejenis dan berkumpul bersama untuk mempelajari masalah dari pelajaran tersebut, atau sejumlah ilmu pengetahuan yang lain. Lokasi yang dipilih biasanya berkaitan dengan tempat hiburan atau tempat-tempat yang bernilai sejarah, sehingga pelaksanaannya selalu menarik dan menambah semangat.

Sumber:
  • Ametembun, N. A. 1981. Supervisi Pendidikan Penuntun Bagi Para Kepala Sekolah dan Guru-Guru, Suri, Bandung: Suri.
  • Dirawat. 1983.  Pengantar Kepemimpinan Pendidikan.  Surabaya: Usaha Nasional.
  • Djumhur, Moh. Surya. 1975. Bimbingan Dan Penyuluhan Di Sekolah. Bandung: CV. Ilmu.
  • Mulyasa. 2002. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung:  Remaja Rosdakarya.
  • Piet, A. Sehartian. 1981. Prinsip Teknik Supervisi Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.
  • Soedijarto. 1991. Mencari Strategi Pengembangan Pendidikan Nasional Menjelang Abad XXI. Jakarta: PT. Grasindo.
  • Suyata. 1998. Perbaikan Mutu Pendidikan Transformasi Sekolah Dan Implikasi Kebijakan. Yogyakarta: IKIP Yogyakarta.
  • Syafaruddin. 2002. Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan Konsep, Strategi, dan Aplikasi.Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
  • Tilaar, H. A. R. 1990. Pendidikan Dalam Pembangunan Nasional Menyongsong Abad XXI. Jakarta: Balai Pustaka.
  • Zamroni. 2001. Paradigma Pendidikan Masa Depan. Yogyakarta: Bigraf Publishing.

Pertumbuhan ekonomi di Papua triwulan II alami peningkatan

Pertumbuhan ekonomi di Papua triwulan II alami peningkatan ini linknya Pertumbuhan ekonomi di Papua triwulan II alami peningkatan Per...