Selasa, 31 Oktober 2017

Open School: Sebuah Katalisator Pendidikan di Indonesia

Open School: Sebuah Katalisator Pendidikan di Indonesia


Pendidikan merupakan kunci penting dalam menurunkan angka kemiskinan dunia dan berkaitan dengan itu negara-negara di dunia telah membuat suatu komitmen ambisius dan dituangkan dalam Millenium Development Goals (MDGs). Target dalam MDGs mengatakan bahwa di tahun 2015 seluruh anak di dunia harus mendapatkan pendidikan dasar.
Ketika membahas mengenai capaian MDGs terkait bidang pendidikan maka terdapat tiga indikator yang digunakan yaitu rasio anak yang mendapatkan pendidikan dasar, proporsi murid yang menyelesaikan pendidikan dasar (SD-SMP), dan angka melek huruf masyarakat usia 15-24 tahun. Menurut  laporan capaian MDGs tahun 2011 yang dikeluarkan oleh Bappenas sebenarnya Indonesia masih belum mencapai target dan usaha masih harus terus dikerahkan oleh segala pihak. Rasio anak yang mendapatkan pendidikan dasar di Indonesia adalah 95,55%, proporsi murid yang menyelesaikan pendidikan dasar adalah 96,58%, dan angka melek huruf masyarakat usia 15-24 tahun adalah 98,78%. Angka-angka tersebut tentunya menjadi indikasi yang baik terkait perkembangan pendidikan dilihat dari targetnya yaitu 100% tapi tentunya semua harus terus berbenah. Apakah Indonesia patut berpuas diri dengan angka anak yang mendapatkan pendidikan dasar? Bagaimana dengan pendidikan lanjutan? Bagaimana dengan kualitas pendidikan itu sendiri? Bagaimana dengan sistem pendidikan selama ini, sudahkan efektif dan obyektif?
Pembenahan dalam bidang pendidikan ini salah satunya dilakukan oleh Open Government Indonesia (OGI) melalui inisiatif open school di tahun 2012. Inisiatif tersebut didukung juga oleh regulasi yang sebelumnya telah ada yaitu Peraturan Pemerintah RI Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, khususnya Pasal 74 (ayat 1 dan 2) dan Pasal 82 (ayat 1 dan 2) tentang Penerimaan Peserta Didik pada Satuan Pendidikan Dasar/Menengah yang obyektif, transparan, dan akuntabel.
Open School adalah semangat akan keterbukaan sistem manajemen berbasis sekolah yang terintegrasi dan berfokus pada peningkatan mutu di bidang pendidikan. Ide mengenai open school  di Indonesia terinspirasi dari program Check My School di Filipina yang merupakan hasil kerjasama OMS dan Pemerintah Filipina. Pada awalnya, open school  di Indonesia dimulai dengan transparansi dan partisipasi penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) sehingga mencegah penggunaan dana untuk hal yang bersifat non-edukasi. Satu hal lagi yang menjadikan program ini sebagai langkah kecil namun berdampak besar bagi pendidikan di sekolah adalah Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).
PPDB seyogyanya diadakan sebagai upaya untuk memberikan kesempatan yang adil dan sama rata pada calon peserta didik agar semua anak Indonesia dapat bersekolah di sekolah yang menjadi tujuan mereka. Belajar bagi anak-anak bukan lagi suatu kewajiban melainkan kebutuhan baginya. Suatu sekolah tentunya tidak dapat menampung semua anak usia sekolah yang berada di lingkungannya oleh karena itu pihak sekolah dalam hal ini dapat melakukan seleksi dengan mengutamakan dua hal yaitu anak-anak yang berprestasi dan atau anak-anak yang berasal dari keluarga tidak mampu.
Penggunaan PPDB-online sebagai salah satu bentuk nyata open school merupakan cara bijak yang dapat dianjurkan dan diharuskan ke depannya bagi sekolah dalam melakukan seleksi peserta didik baru yang akan diterima, persyaratan, dan kriteria yang harus disiapkan oleh pendaftar. Proses seleksi PPDB harus diikuti dan semua proses seleksi tersebut dapat dipantau secara real time online tersebut tentunya dapat memberikan kesempatan secara adil dan merata kepada semua anak. Saat ini, Indonesia memiliki dua opsi layanan PPDB online yang dapat dipilih oleh masing-masing kabupaten/kota yaitu PPDB milik Kemdikbud (ppdb.kemdikbud.go.id) dan PPDB milik Siap Online Telkom.
Pelaksanan open school  didorong melalui pelaksanaan penerimaan siswa baru online di Provinsi Kalteng dan Kota Ambon. Selain penerimaan siswa baru online,  open school  juga mendorong publikasi BOS secara online. Kota Ambon dapat menjadi contoh dalam hal ini karena ternyata indikator pendidikannya menunjukkan angka-angka yang menarik dan mendapat perhatian khusus. Angka melek huruf di Kota Ambon mengalami kenaikan pada tahun 2009 yaitu 99,35% menjadi 99,63% pada tahun 2010. Angka tersebut bahkan melampaui rata-rata nasional yaitu sebesar 98,78%. Berbeda dengan angka melek huruf, ternyata angka partisipasi sekolah di Kota Ambon menunjukkan tren yang negatif yaitu 72,61% pada tahun 2010 padahal rata-rata nasional mencapai 95,55%. Setelah diteliti lebih lanjut, ditemui bahwa angka partisipasi sekolah di Kota Ambon menurun seiring dengan kenaikan jenjang pendidikan yaitu SD (98,72%), SMP (94,95%), SMA (77,75%), dan Sarjana (45,30%) pada tahun 2010.
Ditemukan pula dari BPS bahwa di Kalteng dan Kota Ambon angka partisipasi sekolah menurun seiring dengan meningkatnya jenjang pendidikan maka ada dua kemungkinan penyebabnya yaitu akses yang sulit ke jenjang pendidikan lebih tinggi dan atau kondisi ekonomi masyarakat masih belum mampu untuk membayar biaya pendidikan. Mengenai permasalahan pembiayaan, pemerintah telah berupaya melalui pemberian dana BOS kepada tiap sekolah. Dengan begitu, masih ada satu pekerjaan rumah yang dihadapi yaitu mengenai akses. Permasalahan terhadap akses ini rasanya dapat diatasi dengan penerapan open school. Open school dapat memberikan informasi transparan kepada semua siswa akan sekolah yang diinginkannya.
Selain memberikan manfaat kepada siswa, open school ternyata juga membawa dampak positif bagi pihak sekolah terutama kepala sekolah. Selama ini sebelum dilaksanakan open school, masa-masa PPDB merupakan masa yang berat bagi kepala sekolah karena dia harus melayani puluhan bahkan ratusan telepon dari orang tua murid yang ingin mendaftarkan diri ke sekolah unggulan. Banyak cara ditempuh orang tua murid untuk memasukkan anaknya ke sekolah unggulan salah satunya dengan memberikan gratifikasi kepada kepala sekolah. Hal tersebut tentunya tidak dibenarkan karena merupakan salah satu bentuk korupsi yang dapat memberikan dampak sistemik. Setelah berlakunya open school, para kepala sekolah merasa bahwa batinnya lebih tenang karena tidak harus berurusan dengan gratifikasi. Pelajaran yang dapat diambil dari sini bahwa selain meratakan kesempatan setiap siswa untuk mengecap pendidikan lebih tinggi, open school juga mendukung kompetisi yang sehat antar siswa dan mendukung terciptanya manajemen sekolah yang transparan dan akuntabel. Contoh ini dibuktikan dengan sudah sirnanya pendapat masyarakat bahwa hanya anak orang mampu yang dapat masuk ke sekolah favorit. Terjadi di Kota Palangkaraya bagiamana ayah yang berprofesi sebagai tukang bakso anaknya dapat diterima di sekolah yang dulunya hanya dapat dipenuhi oleh siswa yang memiliki kemampuan finansial lebih tinggi. Ada pula tukang parkir yang memiliki pengalaman seperti itu. Pengalaman-pengalaman tersebut terjadi di Kota Ambon dan Kota Palangkaraya di awal-awal pelaksanaan PPDB online.
Hingga tahun 2013, 40 sekolah telah menerapkan open school di Kota Ambon dan sekarang adalah saat yang tepat bagi daerah lain di Indonesia untuk bergerak melakukan inovasi serupa. Semua anak Indonesia berhak mendapatkan pendidikan yang layak hingga jenjang tertinggi dan satu hal yang perlu diingat bahwa mendidik anak bangsa sama artinya dengan membangun peradaban. (Oleh: Yuniar Sarah Ningtiyas)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pertumbuhan ekonomi di Papua triwulan II alami peningkatan

Pertumbuhan ekonomi di Papua triwulan II alami peningkatan ini linknya Pertumbuhan ekonomi di Papua triwulan II alami peningkatan Per...